Selasa, 30 Desember 2008

Kami Tengkulak MASA DEPAN 1

Sebuah pernyataan keluar dari mulut seorang teman, kurang lebih dengan artikulasi sangat jelas. “ kita jangan hanya menjadi seorang kuli ilmu yang biasa, tapi harus luar biasa, bisiknya adalah plus wirausaha “ imbuh sang teman yang notabene dipandang sebelah mata, berpenampilan seperti preman, jauh dari kata berwibawa. Dengan tekad yang bulat, saya secara tidak sengaja memandangi mata teman-teman yang kebetulan diberi pendengaran untuk merekam kalimat tersebut, mata mereka berkaca-kaca indah bahkan sampai pada level mengagumi, meng-iyakan dan mungkin meng-amini kalimat tersebut. Saya merasakan pagi yang jauh dari kehidupan brutal sebagai kuli ilmu, karena kalimat tersebut jauh lebih indah dari lagu-lagu buatan obie messakh yang saya dengarkan dari kamar tetangga sebelah.
Seraya pikiran sekejap menjadi gundah. Sempat berpendapat seperti orang bodoh bahwa bodoh itu adalah turunan, coba lihat realita hidup sekarang, berkaca pada sebuah kasus yang pasti, lihat di luar sana dan gunakan dimensi ruang serta waktu menembus sisi-sisi perputaran evolusi, seorang pahlawan selalu memiliki keturunan seorang pejuang, seorang seniman merambah bakat sang keturunan, legenda selalu berbuat benar pada satu momentum karena hal tersebut mereka dikultuskan. Tapi apa yang terjadi pada teman saya tersebut, apakah motivasi telah membungkus dirinya atau dia memang sedang berubah, sedangkan kita semua tahu setidaknya sebuah perubahan itu sangat sulit dilakukan. Hal klasik mungkin, teman saya mungkinsedang miskin dalam perekonomian sehingga kata-kata bijak sering muncul dari mulutnya.
Seiring berjalan nya waktu, perubahan selalu terlihat dari sikap maupun pembawaannya, mulai rajin mandi dan menggunakan sabun wanita yang wangi sewangi parfum terhitung 100ml pemakaian 3 hari, menggunakan pasta gigi yang lebih mahal dari sebelumnya ( smile & sukses, senjata maut bukan hanya usaha yang jalan , namun daya pikat pun tidak terabaikan ), rajin menyetrika kemeja-hal parlente borjuis prancis di masa pertengahan abad 18, membeli catatan saku sebagai pertanda keyakinan untuk memulai sebuah terobosan. Sholat, mungkin menyadari bahwa dosa itu akan menghambat sebuah kesuksesan.
Ternyata memang fakta yang berbicara, bukan puisi apalagi fiksi. Ada sebuah kekutan pada komunitas saya. Motivator handal yang mengerti akan stategi memuncaki hidup, tidak mata duitan, bersahaja dan bermurah akan wawasan yang telah didapatkan, tungdesem, andri, Mario lewat. Temen saya naluri alias bakat alam sedangkat tiga penjual kata tersebut mencuri resensi untuk hanya hadir dala sebuah seminar…bersambung.